THE REAL ANGEL CHAPTER 3



Chapter 3

“45 Street”

Hari ini terasa begitu dingin… walaupun aku sudah melapisi seragamku dengan jaket tebal. Angin bertiup masuk melalui celah celah jendela di kelasku. Jam menunjukan pukul 07.15… tapi kelas belum juga dimulai. Aku hanya duduk terdiam sambil memainkan pena dan terus menatap ke arah jendela.
“Nara…” suara Yuri menyadarkanku dari lamunan
“apa?” aku mananggapinya dengan dingin
“apa kau sudah mengajak Jimin kencan?”
“minggu depan!” jawabku singkat
“yak!! Kau terus berkata begitu dari seminggu yang lalu!”
“tenang saja… aku akan mengajaknya kencan.”
“Besok?”
“apa?” tanyaku
“kau harus mengajaknya kencan besok, jika tidak… aku akan bilang pada SooJung bahwa kau menyukai kekasihnya!”
“apa kau gila?!!!” tanyaku kesal
Yuri hanya mengangkat kedua alisnya
“baiklah…aku akan mengajak Jimin kencan besok, puas?”
“Tentu… aku sangat puas, jangan lupa berfoto saat kalian kencan ya, itu pasti akan menjadi berita terpanas di kelas hahahaha!!!”
Aku hanya bisa diam dengan raut wajah penuh amarah. Rasanya aku sangat ingin menelan Yuri!
...
Tidak terasa kelas berakhir begitu cepat. Satu persatu siswa siswi pergi meninggalkan kelas. Aku lihat Jimin masih membereskan buku pelajaran.
“Nara… aku pulang duluan ne? jangan sampai kau lupa janjimu, okay? bye…”
Yuri pun bergegas pulang. Meninggalkan aku dan Jimin berdua. Walaupun begitu, Jimin belum sadar kalau aku memperhatikannya dari belakang.
“Jiminie… “ aku memanggil Jimin
“eoh? Nara? Aku bahkan tidak menyadari kau masih dikelas… ada apa?”
“mmm…” lidahku terasa sangat kaku
“ada apa?”
“mmm… aku hanya ingin mengucapkan selamat kepada mu karena telah menjadi juara” tsk…aku terpaksa bohong karena lidahku sangat kaku untuk mengajaknya kencan
“terimakasih atas ucapanmu Nara… itu semua berkat dukunganmu, oiya… kau mau pulang bersamaku?” Tanya Jimin
Aku hanya terdiam karena masih merasa bodoh dan munafik karena harus berbohong kepada Jimin.
“baiklah aku akan pulang dulan yah…” Jimin pun tersenyum dan pergi meninggalkanku.
Belum sempat Jimin melangkahkan kaki terlalu jauh, lalu…
“Jimin tunggu!!!” seketika kata-kata itu terlontar dari mulutku
“ne?”
Aku menarik nafas dalam-dalam.
“malam ini… ayo kita pergi kencan” darahku terasa mengalir sangat cepat, jantungku berdebar sangat kencang. Hal ini pasti karena aku sangat malu.
“kau mengajakku kencan?” Tanya Jimin
Aku hanya mengangguk karena tidak sanggup lagi berkata-kata.
“baiklah… nanti malam kita bertemu di 45 street, sampai jumpa!!!”
“Yak!!!” bentakku
“wae?” Jimin bingung
“apakah hanya itu?”
“aku tidak mengerti maksudmu…” tatapan Jimin memang menandakan dia tidak tahu apa-apa
“apa kau tidak senang kita berkencan?” tanyaku bodoh
“aku senang…sangat senang…” Jimin mengeluarkan ekspresi dengan mata sipit yang dibesarkan
Karena aku kesal, jadi aku langsung pergi meninggalkan Jimin yang masih bingung seperti orang bodoh.
Aku bingung kepada Jimin. Tidak…aku bingung kepada diriku sendiri, kenapa aku harus marah ketika Jimin tidak terlihat gembira saat aku ajak kencan? Huft… aku mulai mengerti kenapa aku di panggil si bodoh dari Busan.
Ketika aku sampai dirumah, aku langsung masuk kamar dan membanting tubuhku ke tempat tidur. Karena kelelahan aku tidak sadar bahwa aku tertidur.
“Nara!!!” suara Unnie membangunkan ku dari tidur…
“ada apa?” sahutku malas
“tidak…aku kira kau belum pulang”
Ish… aku masih merasa sangat ngantuk. Ini pasti karena cuaca diluar sangat dingin. Aku fikir aku bisa tidur 5 menit lagi sebelum bertemu Jimin. Lagi pula ini masih jam…
Oh my God!!!!!!!!!
Sekarng sudah jam 9 malam… aku berarti melewatkan kencan ku dengan Jimin. Aku langsung mengambil handphone ku dan menelponnya.
“Yeoboseyo… Jiminie, kau ada dimana sekarang?”
“aku? Aku sedang berada di rumah… kenapa?”
“maaf aku ketiduran, jadi…”
“ooh…tidak apa-apa, kencan kita kan bisa ditunda besok atau lusa kan?”
“ne… kau benar”
“jadi bagaimana? besok?”
“okay…besok”
“aku akan menjemputmu agar kau tidak lupa…”
“ne”
“saranghae…”
Aku hanya terdiam dan langsung menutup telponnya. Syukurlah Jimin sudah berada dirumah. Aku kira dia akan menungguku di 45 street ditengah cuaca dingin seperti orang bodoh.
Keesokan harinya aku bangun pagi karena tidak mau menggagalkan kencan kali ini. Kau tahu alasanku mengapa aku sangat tidak ingin kencan ini batal? Itu semua karena aku takut Yuri benar-benar akan bilang kepada SooJung bahwa aku menyukai Junsu Oppa.
Karena pagi ini sepertinya akan terasa dingin, jadi aku memutuskan untuk mengenakan pakaian yang cukup tebal.  Setelah siap aku langsung keluar kamar dan menuju ruang makan.
“ha? Apa aku tidak salah liat? Seorang Jung Nara bangun pagi di hari libur seperti ini?” Tanya Unnie ku dengan nada ejekannya
“aku mau pergi berkencan” jawabku singkat
“apa? Apa aku tidak salah dengar? Memangnya ada pria yang mau dengan penyihir berhati dingin sepertimu?” ujar Unnie sambil tertawa riang
“tentu ada…” jawabku dengan nada kesal
“mmm…aku penasaran ingin lihat seperti apa wajahnya”
Tiba-tiba bel rumah kami berbunyi.
“eoh? Siapa yang bertamu di hari libur seperti ini? Apakah Woori?” Tanya Hana Unnie
“mungkin” jawabku dingin
Unnie langsung menuju pintu dan berniat membukanya.
Tunggu dulu… itu bukan Woori Oppa, tapi…
“Unnie biar aku saja yang membuka pintunya!!!” aku langsung berlari menuju pintu
Namun Hana Unnie memegang erat tanganku.
“wae? Apa itu kekasihmu? Hah?” Tanya Unnie penasaran
“anio…” jawabku panic. Aku terus berusaha agar tanganku terlepas dari genggaman Unnie.
Aku hanya tidak mau Unnie bertemu dengan Jimin. Jika Unnie bertemu dengan Jimin, Unnie pasti mengejekku karena aku memiliki kekasih yang aneh seperti Jimin.
“aku akan membukanya” Unnie langsung mendorongku hingga aku terjatuh ke lantai.
“Unnie!!!” teriakku
Lalu Unnieku sampai di depan pintu dan membukakan pintu. Dan ternyata benar saja, Park Jimin yang datang…
“annyeonghaseyo… apakah ini benar rumah Jung Nara?”
Aku pun langsung menghampiri mereka berdua.
“Yak! Kenapa kau datang pagi sekali” ujarku pada Jimin
“Nara? Woah ternyata tebakan ku tidak salah… ini benar rumahmu kan?” Tanya Jimin bodoh
“kau kekasihnya Nara ya” tiba-tiba saja Unnieku bertanya seperti itu
“ne” jawab Jimin dengan wajah sumringah
“Kalau begitu, ayo masuk dulu. Kita sarapan bersama” Unnieku langsung menarik Jimin masuk kerumah
“Unnie!!!” teriakku
Unnie pun membawa Jimin masuk ke ruang makan dan memintanya duduk disamping kursiku.
Aku pun menyusul mereka berdua.
“namamu siapa?” Tanya Unnie ku pada Jimin
“Unnie…” aku bermaksud mencegah terjadinya percakapan antara Unnie dengan Jimin
“namaku Park Jimin, apakah noona ini kakanya Nara?”
“ne… namaku Jung Hana, aku Unnienya Nara” jawab Unnieku
“pantas saja kalian begitu terlihat mirip, kalian berdua benar-benar cantik…” puji Jimin dengan gaya kekanak-kanakannya.
“tentu…tapi kurasa aku lebih cantik dari pada Nara kan?” goda Unnieku
“Nara juga sangat cantik”jawab Jimin sambil menatapku.
Aku hanya menjulurkan lidahku kepada Jimin. Dia pasti sekarang sedang berusaha merayuku. Tsk…itu tidak akan berhasil Park Jimin!
Tidak terasa percakapan antara Unnieku dengan Jimin berlangsung selama hampir satu jam. aku dari tadi hanya mendengarkan dan berusaha untuk tidak memperdulikan mereka. Jadi aku samasekali tidak tahu apa yang mereka perbincangkan dari tadi. Aku hanya diam memperhatikan jam sambil menopang dagu dengan kedua tanganku.
“Nara… apa kita pergi sekarang?” pertanyaan Jimin menyadarkanku dari lamunan
“eoh? Apa kalian sudah selesai” tanyaku dengan nada terkesan polos
“iya… lain kali kau harus mampir lagi Park Jimin” ujar Unnieku
“pasti noona… aku sangat senang bisa datang kesini” jawab Jimin dengan senyuman khas nya yang membentuk eyesmile.
“baiklah kurasa kita memang harus pergi… bye” aku langsung menarik tangan Jimin dan menuju pintu
“oiya” suara Unnie menghentikan langkahku
“kau adalah teman pertama Nara yang mampir kesini” ujar Unnieku
Aku langsung kembali menarik Jimin keluar rumah. Unnie ku benar-benar membuatku malu pada Jimin.
Aku dan Jimin pergi ke 45 street menggunakan taksi.
“apa itu benar?” Tanya Jimin mengawali percakapan di dalam taksi
“apanya?” tanyaku dingin
“aku adalah teman pertama yang datang kerumahmu?” Tanya Jimin kembali
Aku hanya diam dan menarik nafas keras
“apa Yuri tidak pernah datang?” Tanya Jimin
“Yuri memang tidak pernah datang… aku melarangnya” jawabku
“kenapa? Tapi apa kau sering bercerita tentang Yuri atau temanmu yang lain pada Hana noona?”
“Unnieku bahkan tidak tahu siapa Yuri, aku tidak pernah bercerita tentang apapun kepada Unnieku. Dan teman teman yang lain? Apa kau mengejeku? Apa kau pernag melihat aku punya teman selain Yuri?”

“tidak…” jawab Jimin dengan nada canggung
Ketika Jimin mulai membuka mulutnya untuk melontarkan pertanyaan kembali…
“cukup…” aku langsung memotongnya.
Jimin hanya bisa diam dan terlihat sedikit canggung.
Setelah sampai di 45 street aku dan Jimin langsung duduk disalah satu bangku di jalan itu.
“kita mau kemana?” tanyaku
“entahlah… aku mau kemanapun, asalkan bersamamu…” jawab Jimin sambil mengedipkan matanya padaku.
“yak!!! Hentikan itu! Kau membuatku takut!” bentakku kesal.
“bagaimana kalau kita ke bioskop?”
“aku tidak suka ke bioskop” jawabku dingin
“mall?”
“aku tidak bawa uang banyak”
“café?”
“bukankah kita barusaja makan dan minum dirumahku?”
“mmm… lalu kita kemana?” Tanya Jimin dengan nada lesu

(Play: Butterfly by Jessica and Krystal)

Tanpa fikir panjang aku langsung menarik tangan Jimin dan masuk kesalah satu mall disana.
Aku dan Jimin berkeliling mall tanpa membeli satu item pun. Awalnya aku berfikir ini akan menjadi kencan yang membosankan. Tapi entah mengapa aku sama sekali tidak merasa lelah atau lesu walaupun harus berkeliling mall yang luas. Aku bahkan tidak bisa berhenti tertawa melihat tingkah bodoh Jimin, walaupun itu terkadang membuatku malu. Tapi itu juga bisa menjadi hiburan untukku bukan? Setelah puas mengelilingi mall aku dan Jimin pergi ke gerai ice cream untuk makan ice cream di cuaca yang sangat dingin… 2 buah mangkuk besar berisi ice cream coklat di hadapan kami. Kami langsung melahap ice cream tersebut seperti seseorang yang sedang kepanasan, padahal cuaca kota saat ini sangat dingin dan berangin.
Setelah makan ice cream, kami berdua mengunjungi playzone dan mencoba semua permainan yang ada disana. Lagi-lagi tingkah bodoh Jimin bisa membuatku tersenyum, kesal, dan bahkan sering tertawa. Entah mengapa sepertinya hari ini aku merasa sedikit berbeda… aku sedikit melupakan image ku yang dingin dan kaku.
Terasa berbeda, tapi sebenernya inilah diriku yang asli. Sebelum keluarga ku mengubah image ku. Diriku yang asli adalah pribadi yang ceria dan penuh senyuman. Tapi setelah keluarga ku berantakan, itu semua membuat aku ingin menyembunyikan lukaku dengan menjadi dingin.
Entah mengapa… Hari ini aku bisa melupakan hal buruk yang terjadi pada keluargaku. Itu terasa sangat aneh, tapi aku merasa nyaman dengan jati diriku yang asli.
Hari ini berasa begitu cepat. Jam menunjukan pukul 3 sore. Karena raut muka Jimin sudah mulai lelah, aku memutuskan untuk mengajaknya makan disalah satu café di 45 street.
“Naraya…sebaiknya kita makan apa? Tanya Jimin yang tengah membuka buka buku menu
“pesan saja apa yang ingin kau makan” jawabku dengan nada datar
Tiba-tiba suara wanita terdengar dari belakangku
“Jung Nara! Park Jimin!”
Seketika itu aku langsung menoleh kearah sumber suara.
Dan… ternyata dibelakangku berdiri seorang yeoja cantik yang sedang menggandeng mesra namja tampannya.
SooJung dan Junsu Oppa!!!!!!
Mata ku terbelalak dan aku sama sekali tidak bisa menyembunyikan rasa kagetku melihat mereka berdua
“Hay SooJung… tidak kusangka bisa bertemu disini” Jimin langsung berdiri dan bersalaman dengan mereka berdua
“kalian sedang berkencan ya? Woah… kami juga sering mampir ke café ini” ujar SooJung sambil menatap Junsu Oppa
Aku masih terdiam dan tidak bisa berkata apa-apa.
“oiya…Jimin, Nara, perkenalkan ini Lee Junsu, dia kekasihku”
“hi…saya Junsu” tidak kusangka Junsu Oppa mengarahkan tangannya untuk bersalaman denganku.
Tapi aku terlalu gugup dan tidak mau malah jadi salah tingkah gara-gara harus berjabat tangan dengannya.
Aku langsung berdiri dan menggandeng Jimin.
“SooJungah… sepertinya kami tidak bisa berlama-lama, kami…kami mau menonton film, film nya akan segera dimulai.”
“benarkah?” Tanya Jimin dengan bodohnya
“ Jadi… sampai bertemu lagi” dengan senyum yang sedikit dipaksakan aku langsung menarik Jimin keluar café
Huft… aku harus menghindari SooJung dan Junsu Oppa. Karena aku sangat takut jika bersama dengan mereka, mereka akan curiga terhadapku. Aku tidak mau Jimin, SooJung dan Junsu Oppa menyadari bagaimana perasaanku yang sebenarnya kepada Junsu Oppa.
“kau mau nonton dengan ku?” Jimin bertanya ketika kami telah diluar café
Aku langsung melepaskan tangan Jimin dari genggamanku.
“yak!” bentakku
Jimin hanya terdiam dengan ekspresi tidak tahu apa-apa
“lebih baik kita pulang saja!” ajakku
“tapi bagaimana dengan…perut kita?” Jimin bertanya sambil menunjuk perutnya
“ku rasa Unnie masih menyimpan beberapa bahan makanan dirumah” jawabku dingin
“eo? Jadi kita akan masak dirumahmu?” Tanya Jimin dengan wajah penuh antusias
Aku hanya diam dan mulai melangkahkan kaki untuk pulang ke rumah.

Sesampainya di rumah, aku langsung menyuruh Jimin menunggu ku di ruang tamu. Lalu aku langsung masuk kamar dan berganti pakaian.
Melihat kondisi rumah yang sepi, aku yakin Unnieku belum pulang kerja pada jam segini.
Setelah berganti pakaian, aku langsung turun dan menemui Jimin di ruang tamu.
“ikut aku” aku mengajak Jimin menuju dapur.
Sesampainya di dapur, aku dan Jimin bingung karena bahan makanan di kulkas sangat sedikit, hanya ada telur, wortel, rumput laut, dan sedikit daging.
Tapi harus bagaimana lagi, akan membutuhkan waktu lama jika kami harus memesan makanan dari luar. Jadi tanpa basa basi, kami langsung mulai memasak. Sebenarnya kami tidak tahu apa yang akan kami mau masak, kami hanya mulai mengiris bahan dan mulai memasaknya satu persatu.

Seperti biasa, Jimin selalu terlihat bodoh. Tsk… dia bilang suka masak, tapi yang kulihat dari tadi dia hanya memasukan bahan-bahan aneh ke penggorengan. Selama kami masak dia terus berbicara tidak jelas. Jimin memang selalu begitu. Sebenarnya Jimin berbicara dengan sangat jelas, tapi aku terlalu malas untuk mendengarkannya, jadi itu membuatnya seakan berbicara sendiri. Tapi melihat tingkah lakunya, aku tidak bisa menyembunyikan senyum untuk menahan tawaku.
Semua makanan telah siap dihidangkan di meja makan. Saat nya aku dan Jimin untuk makan. Kami langsung duduk di meja makan dan mulai memakannya. Sesekali kami saling bertatapan dengan mata yang mencoba menyembunyikan sesuatu satu sama lain. Aku tahu yang ia sembunyikan, pasti rasa masakanku tidak enak. Aku juga yakin dia tahu aku menyembunyikan sesuatu, yaitu rasa masakan Jimin yang tidak enak. Hehehe… aku memang tidak jago dalam hal memasak, tapi aku sangat suka memasak. Jika kuingat-ingat lagi, ini adalah kali pertamanya seseorang mencicipi masakan ku. Dan tanpa harus menanyakan langsung kepada Jimin, aku tahu apa rasa masakanku sendiri. Pasti mengerikan! Seperti kaos kaki yang dikukus dengan sedikit merica.
Setelah selesai makan, Jimin memutuskan untuk langsung pulang. Dia hanya mengucapkan terimakasih dan menitip salam untuk kaka ku dengan muka yang penuh dengan senyum dan rasa bahagia. Dia memang tidak bisa menyembunyikan ekspresinya. Sangat berbeda dengan ku.

Nantikan chapter 4 ya ^_^

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Peran Individu Dalam Organisasi

Review Buku “The Urban Design Process” (Hamid Shirvani)